METODE JALAN HIDUP GOLONGAN YANG SELAMAT

Oleh: Al-Ustadz Abu Nida’ Chomsaha Shofwan, Lc., hafizhahullah

Golongan yang Selamat disebut juga Al-Firqatun Najiyah, yaitu golongan yang mengikuti metodologi dan prinsip hidup yang telah ditetapkan dalam Islam. Metode ini berlandaskan pada pegangannya terhadap Al-Qur'an dan as-Sunnah, serta mengutamakan kembali kepada keduanya saat menghadapi perselisihan. Berikut metode jalan hidup golongan yang selamat:

1.     Berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan as-Sunnah.

Dalam hidupnya Al-Firqatun Najiyah selalu beriltizam terhadap manhaj Rasulullah dan para sahabatnya yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Telah dijelaskan dan diperintahkan oleh Rasul  agar berpegang teguh dengan keduanya. Rasulullah  bersabda,

تَرَكْتُ فِيكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُمَا: كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّتِي وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ

“Aku tinggalkan dua perkara bagi kalian yang mana kalian tidak akan tersesat selama berpegang teguh pada kedua perkara tersebut, yaitu: Kitabullah; Al-Quran dan sunnahku! Kedua perkara tersebut tidak akan pernah berpisah sampai datang kepadaku kelak di telaga.” (Dishahihkan oleh Al-Albaniy t dalam Al Jaami’).

2.    Apabila terjadi perselisihan selalu kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah.

فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا

“Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Al-Qur’an Surat An Nisa’: 59)

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُوْنَ حَتّٰى يُحَكِّمُوْكَ فِيْمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوْا فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

“Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (Al-Qur’an Surat An-Nisa’: 65)

3.    Tidak mendahulukan perkataaan seseorang di atas al-Qur’an dan as-Sunnah.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُقَدِّمُوْا بَيْنَ يَدَيِ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (Al-Qur’an Surat Al-Hujurat: 1)

فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُماَ أُرَاهُمْ سَيَهْلِكُونَ أَقُولُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيَقُولُ نَهَى أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ (رواه أحمد)

Sahabat Ibnu Abbas c berkata, “Tampaknya mereka akan binasa. Aku katakan, Nabi bersabda, ia justru berkata, Abu Bakar dan Umar melarang.” (Hadits Riwayat Imam Ahmad)

4.    Tidak menyekutukan Allah l (bertauhid).

Al-Firqatun Najiyah senantiasa bertauhid yaitu mengesakan Allah l dalam ibadah seperti isti’anah, doa baik pada waktu bahaya dan tenang, kurban (sembelihan), nadzar, tawakal, berhukum dengan hukum Allah dan seterusnya. Serta menjauhi kesyirikan yang marak di negara-negara Islam dan ini adalah sebagai konsekuensi dari tauhid, tidak mungkin pertolongan dari Allah l itu datang kalau masyarakat meremehkan tauhid dan melakukan syirik.

5.    Menghidupkan Sunnah sehingga dianggap asing (al-Ghuroba).

Al-Firqatun Najiyah merupakan golongan yang senantiasa menghidupkan sunah-sunah Rasulullah dalam beribadah serta dalam kehidupan sehari-hari sehingga menjadi dianggap ‘asing’ sebagaimana hadits:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْإِسْلَامَ بَدَأَ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ غَرِيبًا كَمَا بَدَأَ فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ (رواه مسلم)

Sahabat Ibnu Umar z dari Nabi bersabda, “Sesungguhnya Islam itu bermula dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana ia bermula, maka beruntunglah orang-orang yang asing.” (Hadits Riwayat Imam Muslim)

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَنَّةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الَّذِينَ يُصْلِحُونَ إِذَا فَسَدَ النَّاسُ (رواه أبو عمرو الداني بسند صحيح)

Sahabat Abdurrahman bin Sannah z sesungguhnya telah mendengar Nabi bersabda, “Orang-orang yang berbuat baik jika manusia telah rusak.” (Diriwayatkan oleh imam Abu Amr Ad-Dani dengan sanad shahih)

6.    Meyakini Rasulullah adalah makshum, tidak berbicara kecuali wahyu.

Al-Firqatun Najiyah selalu berpegang teguh dengan al-Qur’an dan as-Sunnah yang makshum, Rasulullah  tidak berbicara kecuali dari wahyu, adapun kalau selain Rasulullah  bisa salah walaupun derajatnya tinggi sebagaimana hadits:

كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ (رواه الترمذي)

“Semua anak cucu Adam banyak salah dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah mereka yang bertaubat.” (Hadits Riwayat Imam at-Tirmidzi)

7.    Al-Firqatun Najiyah mereka itu adalah ahlul hadits.

عَنْ ثَوْبَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ (رواه مسلم)

Sahabat Tsauban z menuturkan bahwa Rasulullah bersabda, “Senantiasa ada sekelompok ummatku yang dimenangkan atas kebenaran, tidak akan membahayakannya orang yang memusuhinya hingga hari Kiamat sedangkan mereka tetap seperti itu.” (Hadits Riwayat Imam Muslim)

أَهْلُ الْحَدِيثِ هُمْ أَهْلُ النَّبِيِّ وَإِنْ لَمْ يَصْحَبُوا نَفْسَهُ، انْفَاسُهُ صَحِبُوا

Asy-Sya’ir t berkata, “Ahlul hadits mereka itu ahlu Nabi sekalipun tidak ketemu Nabi tapi jiwanya adalah sahabat Nabi.”

8.    Memuliakan para imam mujtahid dan tidak ta’asub.

Al-Firqotun Najiyah selalu memuliakan imam-imam mujtahid dan tidak ta’asub kepada salah satu imam. Bahkan bisa mengambil ilmunya yang sesuai dengan al-Qur’an dan hadits yang shahih saja dan ini sesuai dengan wasiat para imam kepada para pengikutnya, “Ambillah hadits yang shahih dan tinggalkanlah apa yang menyelisihi hadits yang shohih dari qoul-ku.”

9.    Beramar ma’ruf nahi munkar.

Al-Firqatun Najiyah senantiasa beramar ma’ruf nahi munkar -sesuai dengan kaidah yang benar-(pen) dengan mengingkari hal-hal yang bid’ah dan yang memecah belah umat dan yang menjauhi sunah Rasul dan sunah sahabat.

10. Berpegang dengan sunah Rasulullah dan sahabatnya.

Al-Firqatun Najiyah selalu mengajak untuk berpegang dengan sunnah Rasul dan sahabatnya sampai dia mendapat pertolongan dari Allah l dan dimasukkan ke surga-Nya dengan fadhlullah dan syafaat Nabi  setelah mendapat izin dari Allah  l.

11.  Mengingkari kemungkaran (minimal dengan hatinya).

Al-Firqatun Najiyah mengingkari minimal dengan hati terkait qonun (undang-undang) buatan manusia yang menyelisihi hukum-hukum Allah l dan Rasul-Nya, serta mengajak kepada manusia agar selalu berhukum kepada al-Qur’an dan as-Sunnah demi kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat. Syariat Islam senantiasa sesuai di segala tempat dan zaman. Manusia menjadi hina disebabkan meninggalkan syariat Islam, maka kalau ingin mulia harus selalu kembali kepada Islam baik secara individu, jamaah atau penguasa sebagaimana ayat:

اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْ ۗ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (Al-Qur’an Surat Ar-Rad: 11)

12. Jihad fi sabililllah yaitu wajib bagi muslimin sesuai dengan kemampuannya.

Al-Firqatun Najiyah mengajak kaum muslimin untuk jihad fi sabililllah yaitu wajib bagi muslimin berjihad sesuai dengan kemampuannya. Jihad meliputi tiga hal:

a)  Jihad dengan lisan dan tulisan. Dakwah kepada muslim dan lainnya agar berpegang teguh kepada Islam yang shahih dan bertauhid, bersih dari kotoran-kotoran kesyirikan yang menyebar di seluruh negara Islam dan akan terjadi sebagaimana hadits ini:

عَنْ ثَوْبَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَلْحَقَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِي بِالْمُشْرِكِينَ وَحَتَّى تَعْبُدَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِي الْأَوْثَانَ (رواه أبو داود ومعناه فس مسلم)

Sahabat Tsauban z menuturkan bahwa Rasulullah bersabda, “Tidak akan datang kiamat hingga sebagian dari umatku menjadi musyrik dan menyembah berhala.” (Diriwayatkan oleh imam  Abu Dawud dan maknanya terdapat dalam Shahih imam Muslim)

b)  Jihad dengan harta. Berinfaq untuk menyebarkan Islam, seperti menyebarkan buku-buku Islam, mencetaknya, menyebarkan dai-dai ke pelosok-pelosok daerah yang tidak bisa dijangkau oleh orang kota, bisa membantu orang-orang yang lemah hatinya dan seterusnya.

c)   Jihad dengan jiwa. seperti berperang untuk kepentingan meninggikan Islam (dengan ketentuan: jihad ini harus bersama imam atau pemerintah, peny). Dalil ini mencakup semuanya:

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ جَاهِدُوا الْمُشْرِكِينَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ (صحيح رواه أبو داود)

Sahabat Anas z bahwa Nabi berkata, “Perangilah orang-orang musyrik dengan harta, jiwa dan lisan kalian.” (Shahih Riwayat Imam Abu Daud)

Hukum jihad fi sabilillah, ada 2 macam:

a)  Fardhu ‘ain (wajib bagi setiap orang), seperti apabila negara sudah diserang oleh pihak musuh sampai masuk ke rumah-rumah kita dan pemerintah sudah tidak mampu mengatasinya, maka masing-masing individu menjadi wajib, kecuali orang-orang yang lemah dan tua-tua atau perempuan (peny).

b)  Fardhu Kifayah, apabila sudah ada yang berangkat, maka yang lainnya sudah tidak wajib, seperti dakwah apabila di daerah tertentu sudah ada dainya yang lain sudah lepas (tidak wajib) dan seterusnya.

 

***

Disadur secara bebas oleh: Al-Ustadz Abu Nida’ Chomsaha Shofwan, Lc., hafizhahullah, dari Judul Kitab Asli: "رسائل التوجيهات الإسلامية" (Jilid 1 Bab-3: الفرقة الناجية), Karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu t.

Editor: @rimoesta (Arif Mustakim, S.Hut.)

Team Redaksi: Ustadz Abu Abdillah Mubarok, M.Pd. dan Ustadz Abu Layla Turahmin, M.H. hafizhahumallah

Naskah: Akhi Rifki, Akhi Fajar Nor, Akhi A’zam.

Abu Bassam

Author